Senin, 19 September 2016

Mengenal Sistem CIncin Planet Uranus


Uranus adalah planet ketujuh dari Matahari dan planet terbesar ketiga dan terberat keempat dalam Rara Surya. Sama seperti Jupiter, Saturnus dan Neptunus, planet yang mirip seperti kelerang berwarna putih kebiruan ini juga memiliki sistem cincin.

Uranus mempunyai sistem cincin yang rumit, yang merupakan sistem terumit kedua yang ditemukan di Tata Surya setelah cincin Saturnus. CIncin-cincin tersebut tersusun dari partikel yang sangat gelap, sehingga sukar diamati dalam cahaya tampak, yang beragam ukurannya dari mikrometer hingga sepersekian meter.

Total ada 13 lapisan cincin yang berbeda saat ini yang diketahui, yang paling terang adalah cincin ε (epsilon). Semua cincin Uranus (kecuali dua) sangat sempit. Yang umumnya mereka lebarnya beberapa kilometer. Cincin tersebut mungkin cukup muda dengan pertimbangan dinamis menandakan bahwa mereka tidak terbentuk bersamaan dengan pembentukan Uranus.

Materi di sistem cincin itu mungkin dulu adalah bagian dari satu (atau beberapa) satelit alami milik Uranus yang terpecah oleh tabrakan berkecepatan tinggi. Dari banyak pecahan-pecahan yang terbentuk sebagai hasil dari tabrakan itu hanya beberapa partikel yang bertahan dalam jumlah terbatas zona stabil yang bersesuaian dengan cincin yang ada sekarang.


Astronom Sir William Herschel mendeskripsikan cincin yang mungkin ada di sekitar Uranus pada 1789. Petampakan ini umumnya dianggap meragukan, karena cincin-cincin itu cukup redup dan pada dua abad berikutnya tak satupun yang diketahui oleh pengamat lain.


Namun, Herschel masih membuat deskripsi akurat tentang ukuran cincin epsilon, sudut relatifnya terhadap Bumi, warna merahnya dan perubahannya yang tampak bersamaan dengan Uranus mengitari Matahari. Sistem cincin itu benar-benar ditemukan pada 10 Maret 1977 oleh James L. Elliot, Edward W. Dunham dan Douglas J. Mink menggunakan Kuiper Airbone Observatory.



Penemuan itu merupakan keberuntungan. Mereka berencana menggunakan okultasi bintang SAO 158687 oleh Uranus untuk mempelajari atmosfer planet itu. Akan tetapi, saat pengamatan mereka dianalisis, mereka menemukan bahwa bintang itu telah menghilang sebentar dari pandangan lima kali sebelum dan sesudah ia tidak tampak di balik planet itu.

Mereka menyimpulkan bahwa pasti ada suatu sistem cincin di sekitar planet tersebut. Kemudian mereka mendeteksi empat cincin tambahan. Cincin-cincin itu langsung dicitrakan saat Voyager 2 lewat dekat Uranus pada 1986. Wahana antariksa Voyager 2 juga menemukan dua cincin tambahan yang tamoak redup sehingga total jumlahnya menjadi sebelas.

Pada Desember 2006, Teleskop angkasa Hubble mendeteksi sepasang cincin yang sebelumnya tidak diketahui. Yang terbesar terletak pada dua kali jarak cincin yang telah diketahui dari planet itu. CIncin-cincin baru ini begitu jauh dari planet tersebut hingga mereka disebut sistem cincin 'luar'.

Hubble juga melihat dua satelit kecil yang salah satunya, Mab, berbagi orbit dengan cincin terluar yang baru ditemukan. Cincin-cincin baru ini membuat jumlah keseluruhan cincin Uranian menjadi 13. Pada April 2006, gambar cincin baru tersebut dengan Observatorium Keck menghasilkan warna cincin-cincin luar, yang terluar biru dan lainnya merah.

Satu hipotesis mengenai warna biru cincin luar tersebut adalah bahwa ia terdiri atas partikel kecil air es dari permukaan Mab yang cukup kecil untuk menghamburkan cahaya biru. Kontras dengan itu, cincin-cincin dalam planet itu tampak abu-abu.

Pada Desember 2005, Teleskop angkasa Hubble mendeteksi sepasang cincin yang sebelumnya tidak diketahui. Yang terbesar terletak pada dua kali jarak cincin yang telah diketahui dari planet itu. Cincin-cincin baru ini begitu jauh dari planet tersebut hingga mereka disebut sistem cincin "luar".

Hubble juga melihat dua satelit kecil yang salah satunya, Mab, berbagi orbit dengan cincin terluar yang baru ditemukan. Cincin-cincin baru ini membuat jumlah keseluruhan cincin Uranian menjadi 13. Pada April 2006, gambar cincin baru tersebut dengan Observatorium Keck menghasilkan warna cincin-cincin luar: yang terluar biru dan yang lainnya merah.

Satu hipotesis mengenai warna biru cincin luar tersebut adalah bahwa ia terdiri atas partikel kecil air es dari permukaan Mab yang cukup kecil untuk menghamburkan cahaya biru. Kontras dengan itu, cincin-cincin dalam planet itu tampak abu-abu.

Cincin yang Miring

Uniknya, cincin Uranus miring 97,8 derajat dari bidang Tata Surya. Anda mungkin bertanya-tanya, mengapa cincin (dan planet Uranus itu sendiri) miring lebih dari 90 derajat, bagaimana itu bisa terjadi?

Jika planet-planet di Tata Surya kita berotasi seperti gasing yang berputar termiring-miring relatif terhadap bidang Tata Surya, planet Uranus justru 'menggelinding'. Hal ini membuat satu kutub Uranus menghadap ke Matahari secara terus-menerus sedangkan kutub lainnya menghadap ke arah sebaliknya.

Hanya segaris daerah sempit di sekitar ekuator yang mengalami pergantian siang-malam dengan cepat, namun dengan Matahari sangat rendah dari kaki langit seperti di daerah kutub di Bumi. Pada sisi orbit Uranus yang lain orientasi kutub-kutubnya terhadap Matahari adalah sebaliknya. Tiap kutub terus-menerus disinari Matahari sekitar 42 tahun, diikuti dengan 42 tahun yang gelap.

Uranus berotasi menggelinding diperkirakan akibat suatu peristiwa yang mahadahsyat yang mengubahnya menjadi sebagaimana keadaannya sekarang. Sebagian teori menyatakan bahwa saat pembentukan Tata Surya, cikal bakal planet sebesar Bumi bertumbukan dengan Uranus dan menyebabkan sumbu rotasinya berubah menjadi sangat miring.

Ada juga teori yang tidak melibatkan tumbukan. Simulasi yang dilakukan Boue dan Laskar dari Observatorium Paris menunjukkan bahwa Uranus dahulu sekali punya satelit alami yang sangat besar. Massa satelit alami ini, meskipun hanya 0,1% massa Uranus, mampu menarik sumbu rotasi Uranus dalam waktu jutaan tahun. Lalu, kemana satelit alami ini pergi? Kemungkinan besar 'tertendang' oleh gravitasi ketika planet masif lainnya lewat.

Credit : Infoastronomy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar