Abdullah bin Abbas adalah anak dari Abbas bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah. Ibu beliau vernama Ummul Fadhl Lubabah binti Harits Al-Hilaliyah. Beliau lahir tiga tahun sebelum hijrah Nabi ke Madinah dan berumur tiga belas tahun ketika Nabi meninggal. Dalam sebagian riwayat disebutkan, beliau berbadan gemuk, putih, dan tinggi. Beliau adalah seorang yang pandai serta fasih berbicara. Banyak dari lawan bicara Ibnu Abbas mengikuti pendapatnya setelah berdialog dengannya. Seorang ulama tabi'in, Masruq bin Al-ajda mengatakan , "Ketika aku melihat Abdullah bin Abbas, aku katakan 'Dia adalah orang yang paling tampan.' Lalu ketika dia berbicara aku katakan, 'Dia orang yang paling pandai bicara.' Dan ketika dia berbicara aku katakan, 'Dia orang yang paling berilmu.'"
Ulama tabi'in lainnya, Abu Wa'il Syaqiq bin Salamah mengatakan "Ibnu Abbas berkhutbah kepada kami pada musim haji. Beliau membuka dengan surah Nur. Beliau membacanya dan menafsirkannya. Aku pun mengatakan 'Aku tidak pernah melihat atau mendengar ucapan seseorang yang semisal ini. Andai Persia, Romawi dan Turki mendenganya, niscaya mereka akan masuk Islam.'"
Soal tafsir pun Ibnu Abbas ahlinya. Abdullah bin Mas'ud , seorang ulama sahabat, mengakui kepiawaian Ibnu Abbas dengan mengatakan, "Penafsir Al-Qur'an yang paling baik adalah Ibnu Abbas. Jika dia berumur seperti kita, niscaya tidak ada seorangpun dari kita yang ilmunya mencapai sepersepuluh ilmunya."
Al-Qasim bin Muhammad mengatakan tentangnya, "Aku tidak melihat di majelis Ibnu Abbas satu kebatilanpun. Aku tidak pernah mendengar fatwa yang lebih cocok dengan sunnah daripada fatwanya. Para muridnya menjuluki beliau Al-Bahr (Lautan Ilmu) dan Al-Habr (Tinta)." Demikianlah Ibnu Abbas dijukuki Habrul Ummah.
Siapa tak kenal Ummar bin Khatab, sang khalifah kedua setelah Abu Bakar? Ternyata, sahabat sekelas Ummar pun mengakui keilmuan Ibnu Abbas yang waktu itu masih muda. Tercatat oleh Al-Bukhari di dalam kitab shahih beliau bahwasanya suatu saat Ummar memasukkan Ibnu Abbas muda ke dalam majelisnya bersama para tokoh Islam. Pada waktu itu, para tokoh Badr yang telah matang dalam usia sangsi akan kemampuan Ibnu Abbas. Merekapun bertanya pada Ummar, "Kenapa anda memasukkan pemuda ini ke tengah majelis kita padahal kami juga punya anak seperti dia."
Ummar pun menjawab "Kalian telah mengetahui tentangnya (yakni kepandaiannya.)"
Suatu saat, Ummar memanggil Ibnu Abbas ke tengah majelis mereka untuk memperlihatkan kepandaian Ibnu Abbas. Ummar menanyakan kepada mereka, "Apa yang kalian ketahui tentang firman Allah ta'ala (yang artinya) 'jika telah datang pertolongan Allah dan penaklukan'?"
Sebagian tokoh Badr tersebut pun menjawab, "Allah memerintahkan kita untuk beristighfar setelah Allah menolong dan memudahkan kita untuk menaklukkan Mekah." Sedang sebagian lainnya memilih diam.
Sekarang giliran Ibnu Abbas, "Demikiankah?" Kata Ummar pada Ibnu Abbas.
Ibnu Abbas mengatakan, "Tidak."
"Lantas, apa menurutmu?" Tanya Ummar.
Ibnu Abbas mengatakan, "Itu adalah wafatnya Rasulullah. Allah memberitahukannya kepada beliau 'Jika datang kepadamu pertolongan dan penaklukan'. [Q.S. Al-Nashr : 1] itu adalah tanda dari dekatnya wafat Nabi, 'Maka bertasbih lah dengan pujian kepada Rabbmu dan mintalah ampun. Sesungguhnya dia Maha Pengampun'. [Q.S. Al-Nashr : 3].
Ummar pun mengatakan, "Aku tidak mengetahuinya kecuali seperti apa yang engkau katakan."
Demikianlah ketajaman dan ketelitian Ibnu Abbas dalam memahami wahyu. Dia mengetahui bahwa perintah istighfar tidak bisa digunakan ketika terjadi kemenangan dan penaklukan. Dia mengetahui perintah istighfar dan taubat biasanya digunakan untuk mengahkhiri sesuatu, maka dia pun menafsirkan pertolongan dan penaklukan dalam ayat tersebut sebagai tanda akan diwafatkannya beliau.
Berawal dari do'a yang mustajab
Berbagai keutamaan yang Ibnu Abbas raih ini sejatinya tidak lepas dari do'a mustajab yang dipanjatkan oleh Rasulullah. Saat itu, Rasulullah hendak buang hajat. Ibnu Abbas kecil memahami kebiasaan Rasulullah yang berwudhu setiap kali habis dari buang hajat. Dia pun meletakkan air wudhu di tempat keluarnya Nabi. Lantas, ketika Nabi melihat air wudhu yang sudah dipersiapkan, Rasulullah pun bertanya, "Siapa yang meletakkan ini?" Ibnu Abbas menjawab, "Ibnu Abbas." Maka Rasulullah pun meletakkan telapak tangannya di bahu Ibnu Abbas kecil seraya berdo'a.
"Ya Allah, berilah dia pemahaman dalam masalah agama dan ajarkanlah kepadanya tafsir."
Dari do'a inilah kemuliaan demi kemuliaan dia peroleh. Namun, tentu saja kemuliaan ini bukan turun dari langit begitu saja. Allah memberi taufik kepada Ibnu Abbas untuk menuntut dan mencari kemuliaan tersebut dengan sepenuh tenaga yang Allah karuniakan kepadanya, bukan hanya dengan berpangku tangan.
Akhir Hayat Ibnu Abbas
Ibnu Abbas meninggal di tha'if pada tahun 68 H pada pemerintahan Ibnu Zubair. Waktu itu, umur beliau sekitar 70 tahun. Di antara yang menshalati beliau adalah seorang ulama tabi'in, Muhammad bin Ali bin Abu Thalib yang dikenal dengan Ibnu Hanafiyah. Beliau mengatakan, "Telah meninggal seorang ulama rabbani bagi umat ini."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar