Senin, 30 Januari 2017

Mengenal Polaris, Si Bintang Utara

Bintang Polaris A, Ab dan B

Polaris si bintang Utara atau bintang kutub merupakan salah satu bintang yang paling terkenal di langit. Bintang ini terletak hampir berada di atas kutub langit Utara. Jika kalian berada tempat di kutub Utara dan melihat Polaris, bintang ini akan diam (tidak terbit dan terbenam), sementara bintang-bintang lain akan berputar melawan arah jarum jam.

Hal yang luar biasa dari bintang Polaris adlaah ia tidak pernah berpindah dari tempatnya. Bumi berputar pada porosnya setiap 24 jam, sehingga bintang-bintang terlihat bergerak mengelilingi Bumi. Sedangkan Polaris terlihat berada tetap di tempatnya karena letaknya tepat di titik sumbu Utara Bumi.

Polaris berjarak kira-kira 433 tahun cahaya dari Bumi dan sebenarnya merupakan sistem multi bintang. Polaris A adalah sebuah bintang raksasa terang atau maharaksasa (kelas spektrum F711 atau F71b) bermassa 6 kali massa Matahari.

Sementara dua komponen yang lebih kecil adalah Polaris B. Sebuah bintang deret utama (kelas spektrum F3V) bermassa 1,5 kali massa Matahari, mengorbit Polaris A pada jarak 2500 SA. Dan Polaris Ab, sebuah bintang katai yang sangat dekat dengan Polaris A dalam jari-jari orbit 18,5 SA. Terdapat juga dua komponen jauh, Polaris C dan Polaris D. Pengamatan terkini memperlihatkan bahwa Polaris bisa jadi adalah sebuah gugus bintang terbuka renggang type A dan F.

Polaris A dapat dilihat dengan menggunakan teleskop sederhana dan pertama kali ditemukan oleh William Herschel pada 1780. Pada 1929, pemeriksaan spektrum Polaris A menghasilkan kesimpulan adanya komponen katai sangat denkat (disebut sebagai Polas P, Polaris A atau Polaris Ab), yang telah diteorikan dari pengamatan terdahulu.

Dari Indonesia belahan Selatan, bintang kutub ini cukup sulit dan bahkan tidak bisa terlihat. Jadi bagi kalian yang tinggal di Selatan dari Khatulistiwa, maka tidak mungkin bisa melihat Polaris, terutama Pulau Jawa.

Untuk menemukan Polaris, kalian harus terlebih dahulu menemukan Big Dipper, kelompok tujuh bintang yang terbentuk seperti gayung di langit. Seletah itu, tarik garis lurus dari dua bintang terluar Big Dipper. Kalian akan menemukan Little Dipper. Dan bintanf yang berada di ujung pegangan Little Dipper itu adalah Polaris.

Bendera Alaska

Satu lagi fakta unik tentang si Polaris yaitu digaunakannya bintang ini bersama dengan rasi bintang Ursa Major sebagai bendera Alaska. Sebuah lagu juga ditulis tentang bendera tersebut berjudul "Alasjas's Flag" ("Bendera Alaska") yang dijadikan lagu kebangsaan Alaska

Selain itum Ursa Major sendiri dapat diartikan sebagai "Beruang besar". Dalam bahasa Yunani, beurng adalah "Arktos", dan oleh karena itu, daerah yang ada di Utara, tepat di bawah rasi bintang ini dinamakan atau dikenal sebagai "Arktik"

Credit : InfoAstronomy

Minggu, 29 Januari 2017

Makanan Tetap Fresh Selama 19 Hari dengan NanoICE

Dimanakah kalian biasanya menyimpan makanan? Di kulkas? Sudah terlalu biasa. Lagipula kulkas itu tidak portable, menghasilkan gas Freon dan membutuhkan listrik yang cukup besar. Terus berapa lamakah makanan kalian bertahan di kulkas? Seminggu atau 2 minggu mugnkin masih bisa kita makan, itupun sudah bisa dibilang makanan yang sudah tidak segar atau fresh. Sekarang ini adakah teknologi yang memiliki daya penyimpanan melebihi kulkas? Tentu saja ada. Teknologi ini lagi-lagi berbasis nanotechnology. Coba tebak berapa lama metode ini bisa menyimpan makanan? Dengan metode ini makanan akan tetap segar hingga 19 hari, dan akan masih layak makan hingga 40 hari.

Mesin NanoICE

Metode Ajaib Tersebut Bernama NanoICE

Latar belakang munculnya inovasi ini adlaah ketika kita mengekspor makanan atau menagkap ikan ditengah laut, kita tentunya perlu mengawetkannya. Pada kondisi seperti itu metode pengawetan dengan kulkas tidak dimungkinkan.Biasanya makanan akan diawetkan dengan memakai ice pack atau didinginkan dengan es bati. Tapi metode ini sangat merugikan dan tidak tahan lama. Darisinilah ide NanoICE ini muncul. NanoIce ini pertama kali ditemukan oleh Snaebjorn Tr. Gudnason dari Islandia. Mesin NanoICE tersebut dapat membuat "fracture" atau serpihan. 250 fracture tersebut hanya akan sebesar rambut manusia. Craig Rominger, CEO dan Presiden dari NanoICE mengatakan sekarang ini nelayan akan dapat menyimpan ikan selama 19 hari ketika berlayar ditengah laut dan melabelinya dengan fresh atau segar ketika kembali.

"Kita dapat mengawetkan makanan lebih lama dari siapapun." Kata Rominger. "Dan ini adlaah model makanan segar bukan makanan beku,"

Konsep Dasar NanoICE

Makanan menjadi bususk dan tidak segar itu dikarenakan 2 hal, yaitu pembusukan akibat bakteri dan pengeringan akibat menguapnya kandungan air. Konsep dari cara pengawetan dengan NanoICE adalah partikel dari NanoICE akan menutupi seluruh baian adri makanan. Oleh karena itu, bakteri tidak akan bisa masuk karena seluruh tubuh tertutupi dengan partikel dari NanoICE dan suhu yang sangat rendah. Dan kadar air akan terjaga karena NanoICE melapisi bagian makanan sehingga air tidak bisa menguap. Selain itu karena es tersebut berukuran kecil, maka luas permukaan dari NanoICE tersebut akan sangat besar, sehingga makanan akan dingin dengan sangat cepat. Selain itu suhu dingin yang dihasilkan akan bertahan lama.

Partikel NanoICE

Keuntungan Penggunaan NanoICE

NanoICE ini sebenarnya berbentuk mesin yang dapat menghasilkan es berukuran nano. Keuntungan dari metode ini adlaah ramah lingkungan karena tidak membutuhkan gas Freon. Lebih portable karena bisa dipakai langsung ketika di kapal atau dipesawat. Bisa juga digunakan dalam proses pengemasan. Soal harga NanoICE ini dapat bersaing dengan sistem pengawetan lain yang sebelumnya digunakan seperti pendinginan dengan es. Selain itu tekstur makanan tidak berubah karena NanoICE ini tidak membekukan makanan, beda sekali dengan menggunakan freezer.

Sabtu, 28 Januari 2017

Para Astronom Identifikasi Bintang Muda yang Kelebihan Massa

Ilustrasi cakram protobintang saat bintang muda terbentuk.

Terletak hampir 11.000 tahun cahaya dari Bumi, sebuah bintang bernama G11.92-0.61 MM1 ditemukan memiliki massa 30 kali massa Matahari, padahal ia masih dalam proses pembentukan dari awan molekulnya. Menurut para astronom, bintang ini bisa membantu kita memahami bagaimana bintang-bintang paling masif di alam semesta terbentuk.

Para astronom yang dipimpin oleh sebuah tim dari University of Cambridge sukses mengidentifikasi tahap kunci dalam kelahiran bintang yang sangat besar dan menemukan bahwa bintang-bintang ini terbentuk dalam cara yang mirip dengan bintang yang jauh lebih kecil seperti Matahari kita.

Bintang-bintang raksasa, menurut penelitian para astronom ini, terbentuk dari cakram yang terdiri dari gas dan debu yang berputar yang membentuk protobintang. Hasil penelitian mereka dipresentasikan pada pekan terakhir bulan Agustus lalu di Star Formation 2016 Conference yang diadakan di University Exeter, dan diterbitkan dalam Pemberitahuan Bulanan Royal Astronomical Society.

Di galaksi kita, bintang-bintang muda yang berukuran besar (yang memiliki massa setidaknya delapan kali lebih besar dari Matahari) jauh lebih sulit untuk dipelajari daripada mempelajari bintang-bintang yang lebih kecil. Hal ini karena bintang-bintang besar tersebut memiliki kala hidup yang cepat sehingga cenderung mati muda, ditambah jaraknya yang amat sangat jauh.

"Sebuah bintang seperti Matahari kita memiliki kala hidup selama beberapa juta tahun, sedangkan bintang-bintang besar berkali lipat lebih cepat kala hidupnya, yakni sekitar kurang lebih hanya 100.000 tahun." kata Dr. John Ilee dari Cambridge Institute of Astronomy, penulis utama studi tersebut.

"Bintang-bintang besar juga melakukan proses pembakaran fusi nuklir yang jauh lebih cepat dari bintang-bintang seperti Matahari, sehingga mereka memiliki kala hidup lebih pendek, membuatnya sulit untuk dipelajari ketika mereka muda," tambah Ilee

Protobintang yang Ilee dan rekan-rekannya identifikasi terletak di kawasan yang sangat dingin dan padat di alam semesta yang membuat pembibitan bintang cukup ideal. Namun, wilayah pembentuk bintang yang seperti ini sulit untuk diamati menggunakan teleskop konvensional, karena bintang-bintang muda tersebut dikelilingi ileh awan gas dan debu yang tebal dan buram.

Namun, dengan menggunakan teleskop radio Submillimeter Array (SMA) di Hawaii dan Karl G Jansky Very Large Array (VLA) di New Mexico, yang keduanya menggunakan panjang gelombang inframerah, para astronom dengan mudah mampu 'melihat' melalui awan tebal dan buram tadi ke wilayah pembibitan bintang.

Dari pengamatan ini, tim astronom tersebut mengukut massa protobintang adalah lebih dari 30 kalo massa Matahari. Selain itu, cakram yang mengelilingi bintang muda ini juga terhitung memiliki ukuran yang relatif besar, antara dua hingga tiga kali massa Matahari.

LAngkah selanjutnya, para astronom ini akan mengamati kawasan pembibitan bintang etersebut dengan Atacama Large Millimeter (ALMA), yang berada di Cile. INstrumen yang kuat tersebut akan memungkinkan setiap protobintang untuk melihat dan meungkinkan para astronom untuk mempelajari lebih lanjut tentang bintang-bintang muda yang lelebihan massa di galaksi kita.

Credit : InfoAstronomy