Pernah dengar yang namanya kaum miskin urban? Pernah membaca tulisan Gayatri Jayaraman, kontributor BuzzFeed di India. Kalau kamu pernah baca, mungkin bisa memahami istilah itu. Kaum miskin urban kerap ditunjukan kepada mereka para generasi muda yang rela menahan lapar dan menghabiskan seluruh pendapatannya demi sebuah eksistensi belaka dengan nongkrong di tempat-tempat ngehits dan bisa diposting di Instagram.
Gayatri menulis cerita kaum miskin urban berdasarkan observasinya di India, tapi jangan salah. Fenomena anak-anak muda kere yang penting eksis itu faktanya ada di berbagai kota besar di Indonesia. Kamu tentu akan biasa melihat segerombolan anak-anak lulusan sarjana atau masih sekolah dan kuliah yang nongkrong di cafe-cafe mahal. Disebut mahal karena untuk sekali makan dan minum disana bisa habis hingga ratusan ribu rupiah.
Ya, itulah mereka generasi milenial yang ingin dianggap kekinian. Gadget yang mahal seperti iPhone, MacBook, GoPro atau kamera Mirrorless keluaran terbaru adalah hal wajib bagi mereka. Namun kaum miskin urban ini punya beragam hal yang bisa bikin kamu miris melihatnya. Miris, tapi itulah yang terjadi saat ini. Tak cuna Gayatri, Mardiyah Chamim, seorang jurnalis Tempo juga punya cerita soal kaum urban miskin yang penting eksis ini.
Berbarang Mewah Meski Kredit
Siapa sih yang tidak mau memiliki mobil? Mobil adalah amunisi utama anak-anak muda kekinian. Beruntung kalau orangtuamu serba kecukupan dan menghadiahimu mobil. Namun bagi mereka yang baru lulus sarjana dan bekerja di perusahaan, mobil adalah hal wajib yang juga simbol kesuksesan. Yang jadi persoalan, kaum urban ini terkadang tak sadar jika gaji mereka yang di atas lima juta rupiah itu tersedot hampir seluruhnya untuk membayar barang kredit. Memang sih senang bisa punya mobil, sepeda motor sport dan gadget mahal, tapi apakah kamu bisa tenang setiap gajian tiba, uangmu meluncur ke berbagai rekening membayar hutang kreditan?
Nongkrong di Tempat Hits
Starbucks, Potato Head, restoran Paul di Pacific Place atau Deli Union di Grand Indonesia adalah perwakilan beberapa tempat nongkrong dengan harga mentereng di Jakarta. Namun bagi kaum urban ini, sekedar sarapan di sana atau menjamu klien di tempat mahal adalah kewajiban. Untuk apa? Lagi-lagi demi eksis. Siapa sih yang tidak akan bangga bisa check in Path atau memposting foto di Instagram saat berada di sana? Tidak masalah jika uang jatah makan seminggu habis karena cuma sekali nongkrong di tempat hits. Hasilnya anak-anak muda ini kerap harus menahan lapar dan cuma makan mie instan atau diam-diam beli makanan di warteg murah dekat kantor. Alasan klise yang kerap mereka gunakan saat diajak makan di tanggal 20-an dan gaji sekarat adalah "Makasih, aku udah kenyang" atau "Lagi banyak kerjaan" bahkan hingga "Diet nih bro".
Gaji Besar = Pengeluaran Semakin Besar
Kamu yang masih kuliah, pelajaran moral terbesar adalah jangan sampai terjerat arus gaya hidup. Karena sebesar-besarnya gaji yang kamu dapat, tidak akan cukup untuk menutupi gaya hidup. Nah, bagi kaum urban eksis ini, mereka akan memilih bekerja di sektor perbankan, investasi, konsultan hingga perminyakan demi mendapat gaji besar. Mereka akan bisa dengan bangga potong rambut di salon desainer papan atas di mall mewah, atau berlibur ke Raja Ampat hingga Santorini. Inilah yang membuat gaji terkuras mudah. Mengikuti gaya hidup sebuah komunitas agar disangka eksis, tanpa bisa sempat menabung sedikitpun. Sejatinya, hidupmu tidak berakhir di usia 30 tahun karena hidupmu masih akan berlangsung sampai 50 atau 60 tahun dan untuk menuju ke sana kamu butuh uang yang didapat dari upaya menabung saat masih muda.
Berteman Dengan Anak Orang Kaya
Satu fenomena lain yang didapatkan Mardiyah adalah rupanya kaum urban masa kini memandang penting silsilah pertemanan. Jika kamu bisa berteman dengan kalangan sosialita atau keturunan pengusaha-pengusaha tajir negeri ini, status sosialmu akan naik. Yang jadi masalah, untuk bisa bergabung dalam kehidupan mewah mereka, kamu harus kerap nongkrong di tempat orang-orang kaya itu ada. Dan untuk bisa nongkrong di sana, gaya hidupmu harus berubah. Saat gajimu masih dua juta mungkin kamu akan pakai sepeda motor, kemeja flanel dan jeans. Lalu saat gajimu di atas tujuh juta, kamu akan memakai jam tangan belasan juta dan sedikitnya punya busana hasil desain Biyan. Segitu pentingkah berteman dengan eksekutif muda yang sudah kaya dari lahir itu? Penting bagi kaum muda eksis. Karena bisa saja mereka diajak mengerjakan proyek bareng karena sering dugem bareng di Bali atau luar negeri.
Sosok Panutan Yang Keliru
Melihat betapa gemerlapnya hidup keluarga Kardashian mungkin membuat banyak anak muda cemburu. Kylie dan Kendall Jennee seolah bergemilang harta dan itulah yang membuat kaum urban ini meniru meskipun uang pas-pasan. Gayatri menulis bahwa kaum urban sok eksis ini terlalu bermimpi ingin jadi Mukesh Ambani, salah satu orang terkaya India yang diwarisi perusahaan bedar sehingga punya istana megah. Mereka juga sering melihat kehidupan selebritis yang menghabiskan ratusan juta rupiah demi perawatan rambut. Tanpa sadar, gaya hidup ini yang mendorong mereka salah jalan. Seandainya mereka meniru kisah Dhirubhai pebisnis sukses India yang jadi salah satu terkaya di Asia, gaya hidup dalam keluarga miskin, rumah senpit dan mampu membangun perusahaan raksasa. Atau dari Indonesia, coba tengok kisah Chairul Tanjung yang rela berjualan buku hingga baju saat kuliah yang kini sukses dengan berbagai gurita bisnisnya. Kembali lagi, memang tidak ada yang keliru dengan impian jadi kaya dan hidup serba kecukupan. Namun Gayatri berpendapat bahwa tak ada yang mengajarkan bagaimana mendapat uang besar dan karir cemerlang dengan cara cepat. Butuh perjuangan panjang dan pengorbanan. Tinggal kamu wahai anak muda memilih, mau tampak mewah demi eksistensi atau meredam semuanya demi kehidupan lebih tenang hingga ujung waktu nanti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar