Kamis, 19 Mei 2016

Mu'adz bin Jabal

Mu'adz bin Jabal bin Amr bin Aus al-Khazraj, dengan nama julukan "Abu Abdurahman." Dilahirkan di Madinah. Ia memeluk Islam pada usia 18 tahun, ia memiliki keistimewaan sebagai seorang yang sangat pintar dan berdedikasi tinggi. Dari segi fisik, ia gagah dan perkasa. Allah juga mengaruniakan kepadanya kepandaian berbahasa serta tutur kata yang indah, Mu'adz termasuk di dalam rombongan yang berjumlah sekitar 72 orang Madinah yang datang berbai'at kepada Rasulullah. Setelah itu Mu'adz kembali ke Madinah sebagai seorang pendakwah Islam di dalam masyarakat Madinah. Ia berhasil meng-Islamkan beberapa orang sahabat yang terkemuka seperti misalnya Amru bin Al-Jamuh.

Pada waktu Nabi Muhammad hijrah ke Madinah, Mu'adz senantiasa berada bersama Rasulullah sehingga ia dapat memahami Al-Qur'an serta syariat-syariat Islam dengan baik. Hal tersebut membuatnya di kemudian hari muncul sebagai seorang yang paling ahli tentang Al-Qur'an dari kalangan para sahabat. Ia adalah orang yang paling baik membaca Al-Aur'an serta paling memahami syariat-syariat Allah. Oleh sebab itulah Rasulullah memujinya dengan bersabda "yang kumaksud umatku yang paling alim tentang halal dan haram ialah Mu'adz bin Jabal." (Hadist Tirmidzi dan Ibnu Majah). Ia meriwayatkan Hadist dari Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar dan meriwayatkan darinya ialah Anas bin Malik, Masruq, Abu Thufail Amir bin Wasilah. Selain itu, Mu'adz salah satu dari enam orang yang mengumpulkan Al-Qur'an pada zaman Rasulullah.

Setelah kota Makkah didatangi Rasulullah, penduduk Makkah memerlukan tenaga-tenaga pengajar yang tetap tinggal bersama mereka untuk mengajarkan syariat agama Islam. Rasulullah lantas menyanggupi permintaan tersebut dan meminta supaya Mu'adz tinggal bersama dengan penduduk Makkah untuk mengajar Al-Qur'an dan memberikan pemahaman kepada mereka mengenai agama Allah. Sifat terpuji beliau juga jelas terlihat manakala rombongan raja-raja Yaman datang menjumpai Rasulullah guna meng-isytiar-kan keislaman mereka dan meminta kepada Rasulullah supaya mengantarkan tenaga pelajar kepada mereka. Begitupun maka Rasulullah memilih Mu'adz untuk memegang tugas itu bersama-sama dengan beberapa sahabat.

Rasulullah mempersaudarakannya dengan Abdullah bin Mas'ud. Nabi mengirimnya ke negeri Yaman untuk mengajar, memberikan pengetahuan agama dan mendidik sampau hafal Al-Qur'an kepada penduduk Yaman. Rasulullah mengantarnya dengan berjalan kaki sedangkan Mu'adz berkendaraan, dan Nabi bersabda kepadanya "Sungguh, aku mencintaimu."

Lantas beliau mewasiatkan kepada Mu'adz dengan bersabda : "Wahai Mu'adz! Kemungkinan kamu tidak akan dapat bertemu lagi dengan aku selepas tahun ini" , kemudian Mu'adz menangis karena terlalu sedih untuk berpisah dengan Rasulullah. Selepas peristiwa tersebut ternyata Rasulullah wafat dan Mu'adz tidak lagi dapat melihatnya.

Mu'adz sangat terpukul atas berpulangnya Rasulullah. Ia bahkan menangis tersedu-sedu selama beberapa saat. Namun ia segera menyadari tanggung jawab di pundaknya. Ia senantiasa menjaga ghirah (semangat) keislamannya agar tidak surut. Setelah Umar bin Khatab dilantik sebagai Khalifah, ia mengutus Mu'adz untuk mendamaikan pertikaian yang terjadi di kalangan bani Kilab. Ia pun sukses menjalankan amanah itu.

Pada zaman Khalifah Umar pula, gubernur Syam (sekarang Mesir) mengirimkan Yazid bin Abi Sofian untuk meminta guru dari penduduknya. Lalu Umar memanggil Mu'adz bin Jabal, Ubaidah bin As-Somit, Abu Ayub Al-Ansary, Ubai bin Kaab dan Abu Darda' dalam satu majelis. Khalifah Umar berkata pada mereka : "Sesungguhnya saudara kamu di negeri Syam telah meminta bantuan daripada aku supaya mengantarkan siapa saja yang dapat mengajarkan Al-Qur'an kepada mereka dan memberikan pemahaman kepada mereka tentang agama Islam. Oleh karena itu bantulah aku untuk mendapat tiga orang dari kalangan kalian, semoga Allah merahmati kamu. Sekiranya kalian ingin membuat pengundian, kalian boleh membuat undian, jika tidak aku akan melantik tiga orang dari kalangan kalian."

Lalu mereka menjawab : "Kami tidak akan membuat pengundian dengan memandang bahwa Abu Ayub telah terlalu tua, sedang Ubai pun senantiasa mengalami kesakitan, dan yang hanya tinggal kami bertiga saja." Kemudian Umar berkata pada mereka : "Kalian mulailah bertugas di Hims, sekiranya kalian suka dengan keadaan penduduknya, bolehlah salah seorang dari kalian tinggal disana. Kemudian salah seorang daripada kalian hendaknya pergi ke Damsyik, dan seorang lagi ke Palestina."

Lalu mereka bertiga keluar ke Hims dan mereka meninggalkan Ubaidah bin As-Somit disana, Abu Darda' pergi ke Damsyik. Mu'adz bin Jabal berada di Urdun pada saat negeri tersebut tengah terserang wabah penyakit menular.

Mu'adz bin Jabal wafat tahun 18 H ketika terjadi wabah hebat di Urdun tersebut, waktu itu usianya 33 tahun.

1 komentar:

  1. Mulailah menulis dengan tinta kejujuran, menorehkan keihlasan, dan memahami betul kepercayaan yang haqiqi.

    BalasHapus