Abbad bin Bisyr berasal dari kaum Anshar, ia masuk Islam saat berusia 15 tahun melalui dakwah yang dilakukan oleh Mus'ab bin Umair. Abbad bin Bisyr dipersaudarakan dengan Ammar bin Yasir, ketika kaum Muhajirin berhijrah ke Madinah. Ia mati syahid dalam pertempuran menumpas Nabi palsu Musailamah Al-Khazzab. Abbad bin Bisyr adalah seorang sahabat yang tidak asing lagi dalam sejarah dakwah Islamiyah. Ia tidak hanya termasuk di antara para 'abid (ahli ibadah), bertaqwa dan menegakkan shalat tahajud setiap malam dengan membaca beberapa juz Al-Qur'an, tapi juga tergokong kalangan para pahlawan yang gagah berani dalam menegakkan kalimat Allah. Tidak hanya itu, ia juga seorang penguasa yang cakap, berbobot dan dipercaya dalam urusan harta kekayaan kaum Muslimin.
Ketika Islam mulai tersiar di Madinah, Abbad bin Bisyr Al-Asyhaly Al-Anshory masih muda. Kulitnya yang bagus dan wajahnya yang rupawan memantulkan cahaya kesucian. Dalam kesehariannya dia memperlihatkan tingkah laku yang baik, bersikap dewasa, kendati usianya belum mencapai 25 tahun. Dia mendekatkan diri kepada seorang da'i dari Mekkah, yaitu Mus'ab bin Umair. Dalam tempo singkat hati keduanya terikat dalam ikatan iman yang kokoh. Abbad mulai membaca Al-Qur'an jepada Mus'ab. Suaranya merdu, menyejukkan dan menawan hati. Begitu senangnya membaca kalimullah, sehingga menjadi kegiatan utama baginya. Diulang-ulangnya siang dan malam, bahkan dijadikannya suatu kewajiban. Karena itu dia terkenal di kalangan para sahabat sebagai iman dan pembaca Al-Qur'an.
Pada suatu malam Rasulullah sedang melaksanakan shalat lail di rumah Aisyah yabg berdempetan dengan masjid Nabawi. Terdengar oleh beliau suara Abbad bin Bisyr membaca Al-Qur'an dengan suara merdu, laksana suara Jibril ketika menurunkan wahyu ke dalam hatinya. Abbad bin Bisyr selalu turut berperang bersama-sama Rasulullah dalam setiap Ghozawatu Rasul (peperangan yang dipimpin Rasulullah). Dalam peperangan-peperangan itu dia bertugas sebagai pembawa Al-Qur'an. Ketika Rasulullah kembali dari peperangan Dzatu Riqo, beliau beristirahat dengan seluruh pasukan kaum Muslimin di lereng sebuah bukit. Waktu itu, seorang prajurit menawan seorang wanita musyrik yang ditinggal pergi oleh suaminya. Ketika suaminya datang kembali, istrinya sudah tiada. Dia bersumpah dengan Latra dan Uzza akan menyusul Rasulullah dan pasukan kaum Muslimin, ia tidak akan kembalu kecuali setelag menumpahkan darah di antara para sahabat.
Setibanya di tempat pemberhentian di atas bukit, Rasulullah bertanya kepada para sahabat : "Siapa yang bertugas jaga malam ini?" Abbad bin Basyr dan Ammar bin Yasir berdiri "Kami, ya Rasulullah." Kata keduanya serentak. Rasulullah telah menjadikan keduanya bersaudara ketika kaum Muhajirin baru tiba di Madinah. Ketika keduanya keluar ke mulut jalan (pos penjagaan), Abbad bertanya jepada Ammar : "Siapakah di antara kita yang berjaga lebih dahulu?" "Saya akan tidur lebih dahulu." Jawab Ammar yabg bersiap-siap untuk berbaring tidak jauh dari tempat penjagaan. Suasana malam kala itu tenang, sunyi dan nyaman. Bintang gemintang, pohon-pohon dan bebatuan seajan bertasbih memuji kebesaran Allah. Hati Abbad tergiur hendak turut melakukan ibadah. Dalam sekejap, ia pun larut dalam manisnya ayat-ayat Al-Qur'an yang dibacanya dalam shalat. Nikmat shalat dan tilawah berpadu menjadi satu dalam jiwanya.
Dalam dhalat lail itu dibacanya surat Al-Kahfi dengan suara memikukan, merdu bagi siapapun yang mendengarnya. Ketika ia sedang bertasbih dalam cahaya Illahi yang meningkat tinggi, tenggelam dalam kelap-kelip pancarannya, seorang laki-laki datang memacu langkah tergeda-gesa. Laki-laki itu melihat dari kejauhan seorang hamba Allah dedang beribahdah di mulut jalan, dia yakin Rasulullah dan para sahabat berada disana. Sedangkan orang yang sedang shalat itu adalah pengawal yang bertugas jaga. Penyusup itu segera menyiapkan anak panah dan memanah Abbad tepat mengenainya. Abbad mencabut anak panah yang menancap ditubuhnya sambil meneruskan bacaan dan tenggelam lagi dalam shalatnya. Orang itu memanah lagi dan mengenai Abbad dengan jitu. Abbad mencabut juga anak panah kedua ini dari tubuhnya seperti yang pertama. Kemudian orang itu memanah lagi. Lagi-lagi Abbad mencabutnya dan tetap larut dalam shalatnya.
Ketika giliran saudaranya, Ammar, Abbad merangkak ke dekat saudaranya yang terlelap tidur lalu membangunkannya seraya berkata, "Bangun! Aku terluka parah dan lemas." Sementara itu, ketika melihat mereka berdua, si pemanah buru-buru melarikan diri. Ammar menoleh kepada Abbad. Dilihatnya darah mengucur dari tiga lubang di tubuh Abbad. "Subhanallah, mengapa kamu tidak membangunkanku ketika anak panah pertama mengenaimu?" Tanyanya keheranan. "Aku sedang membaca Al-Qur'an dalam shalat. Aku tidak ingin memutuskan bacaanku sebelum selesai. Demi Allah, kalaulah tidak karena takut menyia-nyiakan tugas yang diberikan Rasulullah menjaga mulut jalan kaum Muslimin berkemah, biarlah tubuhku putus daripada memutuskan bacaan dalam shalat tahajudku." Jawab Abbad.
Ketika perang dalam rangka memberantas orang-orang murtad berkecamuk di masa khalifah Abu Bakar, khalifah menyiapkan pasukan besar untuk menindas kekacauan yang ditimbulkan oleh Musailamah Al-Khazzab. Abbad bin Bisyr termasuk pelopor dalam ketentaraan tersebut. Setelah diperhatikannya celah-celah pertempuran, Abbad berpendapat kaum Mislimin tidak akan menang karena kaum Muhajirin dan kaum Anshor saling menyerahkan urusan satu sama lain. Bahkan mereka saling membenci dan saling mencela. Abbad yakin kaum Muslimin tidak akan menang dalam pertempuran dengan kondisi pasukan yang tidak kompak itu. Kecuali jika kaum Muhajirin dan kaum Anshor membentuk pasukannya masing-masing dengan tanggung jawab sendiri-sendiri. Dengan begitu dapat diketahui dengan jelas mana pejuang yang sungguh-sungguh.
Sebelum pertempuran yang menentukan itu dimulai, Abbad bermimpi dalam tidunya, seolah-olah ia melihat langit terbuka. Setelah dia memasukinya, dia langsung menggabungkan diri kedalam dan mengunci pintu. Ketika shubuh tiba, Abbad menceritakan mimpinya itu kepada Abu Sa'id Al-Khudriy. "Demi Allah, itu seperti benar-benar kejadian, hai Abu Sa'id." Ujarnya. Ketika perang mulai berlangsung, Abbad naik ke suatu bukit kecil seraya berteriak, "Hai kaum Anshor, berpisahlah kalian dari tentara yang banyak itu! Pecahkan sarung pedang kalian!" Abbad mengulang-ulang seruannta, segingga sekitar 400 prajurit berkumpul di sekelilingnya. Diantara mereka terdapat perwira seperti Tdabit bin Qois, Al-Barro bin Malik dan Abu Dujanah, pemegang pedang Rasulullah.
Abbad dan pasukannya menyerbu memecah pasukan musuh dan menyebar maut dengan pedangnya. Kemunculannya menyebabkan pasukan Musailamah Al-Khazzab terdesak mundur dan melarikan diri ke "kebun maut", Abbad gugur sebagai syahid. Wajah dan tubuhnya penuh dengan luka bekas pedang, tusukan lembing, panah yang menancap dan lainnya. Para sahabat hampir tak mengenalinya, kecuali setelah melihat-lihat beberapa tanda dibagian tubuhnya yang lain.