Jumat, 20 Mei 2016

Abbad bin Bishir

Abbad bin Bisyr berasal dari kaum Anshar, ia masuk Islam saat berusia 15 tahun melalui dakwah yang dilakukan oleh Mus'ab bin Umair. Abbad bin Bisyr dipersaudarakan dengan Ammar bin Yasir, ketika kaum Muhajirin berhijrah ke Madinah. Ia mati syahid dalam pertempuran menumpas Nabi palsu Musailamah Al-Khazzab. Abbad bin Bisyr adalah seorang sahabat yang tidak asing lagi dalam sejarah dakwah Islamiyah. Ia tidak hanya termasuk di antara para 'abid (ahli ibadah), bertaqwa dan menegakkan shalat tahajud setiap malam dengan membaca beberapa juz Al-Qur'an, tapi juga tergokong kalangan para pahlawan yang gagah berani dalam menegakkan kalimat Allah. Tidak hanya itu, ia juga seorang penguasa yang cakap, berbobot dan dipercaya dalam urusan harta kekayaan kaum Muslimin.

Ketika Islam mulai tersiar di Madinah, Abbad bin Bisyr Al-Asyhaly Al-Anshory masih muda. Kulitnya yang bagus dan wajahnya yang rupawan memantulkan cahaya kesucian. Dalam kesehariannya dia memperlihatkan tingkah laku yang baik, bersikap dewasa, kendati usianya belum mencapai 25 tahun. Dia mendekatkan diri kepada seorang da'i dari Mekkah, yaitu Mus'ab bin Umair. Dalam tempo singkat hati keduanya terikat dalam ikatan iman yang kokoh. Abbad mulai membaca Al-Qur'an jepada Mus'ab. Suaranya merdu, menyejukkan dan menawan hati. Begitu senangnya membaca kalimullah, sehingga menjadi kegiatan utama baginya. Diulang-ulangnya siang dan malam, bahkan dijadikannya suatu kewajiban. Karena itu dia terkenal di kalangan para sahabat sebagai iman dan pembaca Al-Qur'an.

Pada suatu malam Rasulullah sedang melaksanakan shalat lail di rumah Aisyah yabg berdempetan dengan masjid Nabawi. Terdengar oleh beliau suara Abbad bin Bisyr membaca Al-Qur'an dengan suara merdu, laksana suara Jibril ketika menurunkan wahyu ke dalam hatinya. Abbad bin Bisyr selalu turut berperang bersama-sama Rasulullah dalam setiap Ghozawatu Rasul (peperangan yang dipimpin Rasulullah). Dalam peperangan-peperangan itu dia bertugas sebagai pembawa Al-Qur'an. Ketika Rasulullah kembali dari peperangan Dzatu Riqo, beliau beristirahat dengan seluruh pasukan kaum Muslimin di lereng sebuah bukit. Waktu itu, seorang prajurit menawan seorang wanita musyrik yang ditinggal pergi oleh suaminya. Ketika suaminya datang kembali, istrinya sudah tiada. Dia bersumpah dengan Latra dan Uzza akan menyusul Rasulullah dan pasukan kaum Muslimin, ia tidak akan kembalu kecuali setelag menumpahkan darah di antara para sahabat.

Setibanya di tempat pemberhentian di atas bukit, Rasulullah bertanya kepada para sahabat : "Siapa yang bertugas jaga malam ini?" Abbad bin Basyr dan Ammar bin Yasir berdiri "Kami, ya Rasulullah." Kata keduanya serentak. Rasulullah telah menjadikan keduanya bersaudara ketika kaum Muhajirin baru tiba di Madinah. Ketika keduanya keluar ke mulut jalan (pos penjagaan), Abbad bertanya jepada Ammar : "Siapakah di antara kita yang berjaga lebih dahulu?" "Saya akan tidur lebih dahulu." Jawab Ammar yabg bersiap-siap untuk berbaring tidak jauh dari tempat penjagaan. Suasana malam kala itu tenang, sunyi dan nyaman. Bintang gemintang, pohon-pohon dan bebatuan seajan bertasbih memuji kebesaran Allah. Hati Abbad tergiur hendak turut melakukan ibadah. Dalam sekejap, ia pun larut dalam manisnya ayat-ayat Al-Qur'an yang dibacanya dalam shalat. Nikmat shalat dan tilawah berpadu menjadi satu dalam jiwanya.

Dalam dhalat lail itu dibacanya surat Al-Kahfi dengan suara memikukan, merdu bagi siapapun yang mendengarnya. Ketika ia sedang bertasbih dalam cahaya Illahi yang meningkat tinggi, tenggelam dalam kelap-kelip pancarannya, seorang laki-laki datang memacu langkah tergeda-gesa. Laki-laki itu melihat dari kejauhan seorang hamba Allah dedang beribahdah di mulut jalan, dia yakin Rasulullah dan para sahabat berada disana. Sedangkan orang yang sedang shalat itu adalah pengawal yang bertugas jaga. Penyusup itu segera menyiapkan anak panah dan memanah Abbad tepat mengenainya. Abbad mencabut anak panah yang menancap ditubuhnya sambil meneruskan bacaan dan tenggelam lagi dalam shalatnya. Orang itu memanah lagi dan mengenai Abbad dengan jitu. Abbad mencabut juga anak panah kedua ini dari tubuhnya seperti yang pertama. Kemudian orang itu memanah lagi. Lagi-lagi Abbad mencabutnya dan tetap larut dalam shalatnya.

Ketika giliran saudaranya, Ammar, Abbad merangkak ke dekat saudaranya yang terlelap tidur lalu membangunkannya seraya berkata, "Bangun! Aku terluka parah dan lemas." Sementara itu, ketika melihat mereka berdua, si pemanah buru-buru melarikan diri. Ammar menoleh kepada Abbad. Dilihatnya darah mengucur dari tiga lubang di tubuh Abbad. "Subhanallah, mengapa kamu tidak membangunkanku ketika anak panah pertama mengenaimu?" Tanyanya keheranan. "Aku sedang membaca Al-Qur'an dalam shalat. Aku tidak ingin memutuskan bacaanku sebelum selesai. Demi Allah, kalaulah tidak karena takut menyia-nyiakan tugas yang diberikan Rasulullah menjaga mulut jalan kaum Muslimin berkemah, biarlah tubuhku putus daripada memutuskan bacaan dalam shalat tahajudku." Jawab Abbad.

Ketika perang dalam rangka memberantas orang-orang murtad berkecamuk di masa khalifah Abu Bakar, khalifah menyiapkan pasukan besar untuk menindas kekacauan yang ditimbulkan oleh Musailamah Al-Khazzab. Abbad bin Bisyr termasuk pelopor dalam ketentaraan tersebut. Setelah diperhatikannya celah-celah pertempuran, Abbad berpendapat kaum Mislimin tidak akan menang karena kaum Muhajirin dan kaum Anshor saling menyerahkan urusan satu sama lain. Bahkan mereka saling membenci dan saling mencela. Abbad yakin kaum Muslimin tidak akan menang dalam pertempuran dengan kondisi pasukan yang tidak kompak itu. Kecuali jika kaum Muhajirin dan kaum Anshor membentuk pasukannya masing-masing dengan tanggung jawab sendiri-sendiri. Dengan begitu dapat diketahui dengan jelas mana pejuang yang sungguh-sungguh.

Sebelum pertempuran yang menentukan itu dimulai, Abbad bermimpi dalam tidunya, seolah-olah ia melihat langit terbuka. Setelah dia memasukinya, dia langsung menggabungkan diri kedalam dan mengunci pintu. Ketika shubuh tiba, Abbad menceritakan mimpinya itu kepada Abu Sa'id Al-Khudriy. "Demi Allah, itu seperti benar-benar kejadian, hai Abu Sa'id." Ujarnya. Ketika perang mulai berlangsung, Abbad naik ke suatu bukit kecil seraya berteriak, "Hai kaum Anshor, berpisahlah kalian dari tentara yang banyak itu! Pecahkan sarung pedang kalian!" Abbad mengulang-ulang seruannta, segingga sekitar 400 prajurit berkumpul di sekelilingnya. Diantara mereka terdapat perwira seperti Tdabit bin Qois, Al-Barro bin Malik dan Abu Dujanah, pemegang pedang Rasulullah.

Abbad dan pasukannya menyerbu memecah pasukan musuh dan menyebar maut dengan pedangnya. Kemunculannya menyebabkan pasukan Musailamah Al-Khazzab terdesak mundur dan melarikan diri ke "kebun maut", Abbad gugur sebagai syahid. Wajah dan tubuhnya penuh dengan luka bekas pedang, tusukan lembing, panah yang menancap dan lainnya. Para sahabat hampir tak mengenalinya, kecuali setelah melihat-lihat beberapa tanda dibagian tubuhnya yang lain.

Kamis, 19 Mei 2016

Mu'adz bin Jabal

Mu'adz bin Jabal bin Amr bin Aus al-Khazraj, dengan nama julukan "Abu Abdurahman." Dilahirkan di Madinah. Ia memeluk Islam pada usia 18 tahun, ia memiliki keistimewaan sebagai seorang yang sangat pintar dan berdedikasi tinggi. Dari segi fisik, ia gagah dan perkasa. Allah juga mengaruniakan kepadanya kepandaian berbahasa serta tutur kata yang indah, Mu'adz termasuk di dalam rombongan yang berjumlah sekitar 72 orang Madinah yang datang berbai'at kepada Rasulullah. Setelah itu Mu'adz kembali ke Madinah sebagai seorang pendakwah Islam di dalam masyarakat Madinah. Ia berhasil meng-Islamkan beberapa orang sahabat yang terkemuka seperti misalnya Amru bin Al-Jamuh.

Pada waktu Nabi Muhammad hijrah ke Madinah, Mu'adz senantiasa berada bersama Rasulullah sehingga ia dapat memahami Al-Qur'an serta syariat-syariat Islam dengan baik. Hal tersebut membuatnya di kemudian hari muncul sebagai seorang yang paling ahli tentang Al-Qur'an dari kalangan para sahabat. Ia adalah orang yang paling baik membaca Al-Aur'an serta paling memahami syariat-syariat Allah. Oleh sebab itulah Rasulullah memujinya dengan bersabda "yang kumaksud umatku yang paling alim tentang halal dan haram ialah Mu'adz bin Jabal." (Hadist Tirmidzi dan Ibnu Majah). Ia meriwayatkan Hadist dari Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar dan meriwayatkan darinya ialah Anas bin Malik, Masruq, Abu Thufail Amir bin Wasilah. Selain itu, Mu'adz salah satu dari enam orang yang mengumpulkan Al-Qur'an pada zaman Rasulullah.

Setelah kota Makkah didatangi Rasulullah, penduduk Makkah memerlukan tenaga-tenaga pengajar yang tetap tinggal bersama mereka untuk mengajarkan syariat agama Islam. Rasulullah lantas menyanggupi permintaan tersebut dan meminta supaya Mu'adz tinggal bersama dengan penduduk Makkah untuk mengajar Al-Qur'an dan memberikan pemahaman kepada mereka mengenai agama Allah. Sifat terpuji beliau juga jelas terlihat manakala rombongan raja-raja Yaman datang menjumpai Rasulullah guna meng-isytiar-kan keislaman mereka dan meminta kepada Rasulullah supaya mengantarkan tenaga pelajar kepada mereka. Begitupun maka Rasulullah memilih Mu'adz untuk memegang tugas itu bersama-sama dengan beberapa sahabat.

Rasulullah mempersaudarakannya dengan Abdullah bin Mas'ud. Nabi mengirimnya ke negeri Yaman untuk mengajar, memberikan pengetahuan agama dan mendidik sampau hafal Al-Qur'an kepada penduduk Yaman. Rasulullah mengantarnya dengan berjalan kaki sedangkan Mu'adz berkendaraan, dan Nabi bersabda kepadanya "Sungguh, aku mencintaimu."

Lantas beliau mewasiatkan kepada Mu'adz dengan bersabda : "Wahai Mu'adz! Kemungkinan kamu tidak akan dapat bertemu lagi dengan aku selepas tahun ini" , kemudian Mu'adz menangis karena terlalu sedih untuk berpisah dengan Rasulullah. Selepas peristiwa tersebut ternyata Rasulullah wafat dan Mu'adz tidak lagi dapat melihatnya.

Mu'adz sangat terpukul atas berpulangnya Rasulullah. Ia bahkan menangis tersedu-sedu selama beberapa saat. Namun ia segera menyadari tanggung jawab di pundaknya. Ia senantiasa menjaga ghirah (semangat) keislamannya agar tidak surut. Setelah Umar bin Khatab dilantik sebagai Khalifah, ia mengutus Mu'adz untuk mendamaikan pertikaian yang terjadi di kalangan bani Kilab. Ia pun sukses menjalankan amanah itu.

Pada zaman Khalifah Umar pula, gubernur Syam (sekarang Mesir) mengirimkan Yazid bin Abi Sofian untuk meminta guru dari penduduknya. Lalu Umar memanggil Mu'adz bin Jabal, Ubaidah bin As-Somit, Abu Ayub Al-Ansary, Ubai bin Kaab dan Abu Darda' dalam satu majelis. Khalifah Umar berkata pada mereka : "Sesungguhnya saudara kamu di negeri Syam telah meminta bantuan daripada aku supaya mengantarkan siapa saja yang dapat mengajarkan Al-Qur'an kepada mereka dan memberikan pemahaman kepada mereka tentang agama Islam. Oleh karena itu bantulah aku untuk mendapat tiga orang dari kalangan kalian, semoga Allah merahmati kamu. Sekiranya kalian ingin membuat pengundian, kalian boleh membuat undian, jika tidak aku akan melantik tiga orang dari kalangan kalian."

Lalu mereka menjawab : "Kami tidak akan membuat pengundian dengan memandang bahwa Abu Ayub telah terlalu tua, sedang Ubai pun senantiasa mengalami kesakitan, dan yang hanya tinggal kami bertiga saja." Kemudian Umar berkata pada mereka : "Kalian mulailah bertugas di Hims, sekiranya kalian suka dengan keadaan penduduknya, bolehlah salah seorang dari kalian tinggal disana. Kemudian salah seorang daripada kalian hendaknya pergi ke Damsyik, dan seorang lagi ke Palestina."

Lalu mereka bertiga keluar ke Hims dan mereka meninggalkan Ubaidah bin As-Somit disana, Abu Darda' pergi ke Damsyik. Mu'adz bin Jabal berada di Urdun pada saat negeri tersebut tengah terserang wabah penyakit menular.

Mu'adz bin Jabal wafat tahun 18 H ketika terjadi wabah hebat di Urdun tersebut, waktu itu usianya 33 tahun.